TUGAS
MAKALAH DASAR HIGIENE INDUSTRI TENTANG EVALUASI LINGKUNGAN KERJA
I
S
U
S
U
N
OLEH:
1. DWI EFRIANTI
MANULLANG 131000195
2. LAMTIAR
PANJAITAN 131000239
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
EVALUASI LINGKUNGAN KERJA PADA
PEKERJA SEKTOR INFORMAL – TUKANG LAS
1. Pengertian Pengelasan
Mengelas adalah salah satu cara menyambung dua bagian logam
secara permanen
dengan
menggunakan tenaga panas.
Tenaga
panas ini digunakan untuk mencairkan bahan dasar yang akan disambung
dan
kawat las sebagai pengisi. Setelah dingin dan membeku maka akan terbentuk
ikatan yang kuat.
Dalam
kontruksi yang berbentuk logam, hampir seluruh sambungan menggunakan pengelasan.
Ini
karena sambungan akan lebih kuat dan ringan dibandingkan dengan keling atau
mur-baut.
Lebih
dari itu, proses penyambungan lebih sederhana dan cepat.
2. Alat-alat
yang digunakan
a. Botol Gas Asetilin
Botol asetilin terbuat dari baja
berisi gas asetilin yang telah dimampatkan dengan volume 40 liter dan tekanan
hingga 15 bar. Dalam botol ini terdapat bahan berpori seperti kapas, sutra
tiruan atau asbes yang berfungsi sebagai penyerap asetor (Suratman, 2001).
b. Generator Asetilin
Gas asetilin dapat dibuat secara sederhana dengan cara mencampur karbit (calcium carbite) ditambah air, dengan rumus kimia CaC2 + 2H2O ® C2H2 + Ca(OH)2 + kalor. Pencampuran ini dilakukan dalam sebuah tabung yang disebut generator asetilin. Bagian-bagian dari generator asetilin ini adalah ruang karbit dan dapur gas (retor), ruang air, ruang gas asetilin, kunci (katup) air, alat pembersih (penyaring), gas, dan alat pengaman bila kelebihan tekanan gas (Suratman, 2001).
Gas asetilin dapat dibuat secara sederhana dengan cara mencampur karbit (calcium carbite) ditambah air, dengan rumus kimia CaC2 + 2H2O ® C2H2 + Ca(OH)2 + kalor. Pencampuran ini dilakukan dalam sebuah tabung yang disebut generator asetilin. Bagian-bagian dari generator asetilin ini adalah ruang karbit dan dapur gas (retor), ruang air, ruang gas asetilin, kunci (katup) air, alat pembersih (penyaring), gas, dan alat pengaman bila kelebihan tekanan gas (Suratman, 2001).
c. Botol Oksigen (Zat Asam)
Dalam botol oksigen yang terbuat dari baja dimampatkan gas oksigen dengan tekanan gas sampai 151 bar. Di atas botol dipasang sebuah keran. Pada keran ini terdapat sumbat pengaman. Bila tekanan gas di dalam botol naik karena pengaruh panas, maka sumbat akan pecah dan gas kelebihan akan keluar. Kadar oksigen pada nyala api las asetilin sangat berperan sebagai bahan penunjang untuk penghematan, kecepatan, dan efisiensi kerja pada waktu pengelasan (Suratman, 2001).
Dalam botol oksigen yang terbuat dari baja dimampatkan gas oksigen dengan tekanan gas sampai 151 bar. Di atas botol dipasang sebuah keran. Pada keran ini terdapat sumbat pengaman. Bila tekanan gas di dalam botol naik karena pengaruh panas, maka sumbat akan pecah dan gas kelebihan akan keluar. Kadar oksigen pada nyala api las asetilin sangat berperan sebagai bahan penunjang untuk penghematan, kecepatan, dan efisiensi kerja pada waktu pengelasan (Suratman, 2001).
d. Regulator
Regulator berfungsi mengatur tekanan isi menjadi tekanan kerja yang tetap besarnya. Pada regulator terdapat manometer yaitu manometer tekanan isi dan manometer tekanan kerja. Yang dimaksud dengan tekanan isi adalah tekanan gas yang berada dalam botol. Sedangkan yang dimaksud dengan tekanan kerja adalah tekanan yang dibutuhkan pada waktu melakukan pekerjaan las (Suratman, 2001).
Regulator berfungsi mengatur tekanan isi menjadi tekanan kerja yang tetap besarnya. Pada regulator terdapat manometer yaitu manometer tekanan isi dan manometer tekanan kerja. Yang dimaksud dengan tekanan isi adalah tekanan gas yang berada dalam botol. Sedangkan yang dimaksud dengan tekanan kerja adalah tekanan yang dibutuhkan pada waktu melakukan pekerjaan las (Suratman, 2001).
e. Pembakar (Torch)
Fungsi pembakar pada las asetilin adalah untuk mencampur oksigen dan gas asetilin yang jumlah isinya hampir sama. Nyala api terjadi pada ujung pembakar. Pada pembakar dapat dipasang berbagai ukuran ujung pembakar, untuk memperoleh nyala api yang sesuai dengan tebal benda kerja yang akan dilas atau dipotong. Pembakar berhubungan dengan dua buah selang untuk gas oksigen. Ruang pencampur dan keran berfungsi mengatur banyaknya oksigen dan asitilin yang digunakan (Suratman, 2001).
Fungsi pembakar pada las asetilin adalah untuk mencampur oksigen dan gas asetilin yang jumlah isinya hampir sama. Nyala api terjadi pada ujung pembakar. Pada pembakar dapat dipasang berbagai ukuran ujung pembakar, untuk memperoleh nyala api yang sesuai dengan tebal benda kerja yang akan dilas atau dipotong. Pembakar berhubungan dengan dua buah selang untuk gas oksigen. Ruang pencampur dan keran berfungsi mengatur banyaknya oksigen dan asitilin yang digunakan (Suratman, 2001).
f. Pembakar Pemotong (Cutting
Torch)
Pembakar untuk pemotong bentuknya serupa dengan pembakar untuk mengelas biasa, perbedaannya adalah pada pembakar pemotong terdapat pipa ketiga untuk saluran gas oksigen, selain itu ujung pembakarnya berbeda dengan ujung pembakar untuk mengelas. Setiap pembakar pemotong mempunyai alat pemegang pipa penghubung dan kepala pemotong. Pada kepala pemotong dipasang mulut pemotong. Pada mulut pemotong ini terdapat sebuah lubang kecil untuk pemanasan pendahuluan. Panjang mulut pemotong untuk pekerjaan tertentu berbeda dan terdapat juga ujung pemotong dengan bentuk lengkung (Suratman, 2001).
Pembakar untuk pemotong bentuknya serupa dengan pembakar untuk mengelas biasa, perbedaannya adalah pada pembakar pemotong terdapat pipa ketiga untuk saluran gas oksigen, selain itu ujung pembakarnya berbeda dengan ujung pembakar untuk mengelas. Setiap pembakar pemotong mempunyai alat pemegang pipa penghubung dan kepala pemotong. Pada kepala pemotong dipasang mulut pemotong. Pada mulut pemotong ini terdapat sebuah lubang kecil untuk pemanasan pendahuluan. Panjang mulut pemotong untuk pekerjaan tertentu berbeda dan terdapat juga ujung pemotong dengan bentuk lengkung (Suratman, 2001).
g. Selang Las
Selang las berfungsi untuk menyalurkan gas dari botol gas atau generator ke pembakar. Selang ini harus tahan tekanan tinggi tetapi lemas atau tidak kaku. Selang las oksigen biasanya berwarna hitam atau hijau. Pada ujung-ujung selang oksigen ini terdapat mur penguat ulir kanan. Selang gas asetilin biasanya berwarna merah yang pada ujung-ujungnya terdapat pula mur pengatur dengan ulir kiri. Fungsi mur pengatur pada kedua ujung selang tersebut adalah untuk mengikat regulator dan mengikat pada pembakar. Untuk menjaga kekeliruan saat pengikatan dengan regulator dan pembakar, maka baut dan mur pengikat dibedakan satu sama lain, begitu juga bentuk nipelnya dibuat berbeda (Suratman, 2001).
Selang las berfungsi untuk menyalurkan gas dari botol gas atau generator ke pembakar. Selang ini harus tahan tekanan tinggi tetapi lemas atau tidak kaku. Selang las oksigen biasanya berwarna hitam atau hijau. Pada ujung-ujung selang oksigen ini terdapat mur penguat ulir kanan. Selang gas asetilin biasanya berwarna merah yang pada ujung-ujungnya terdapat pula mur pengatur dengan ulir kiri. Fungsi mur pengatur pada kedua ujung selang tersebut adalah untuk mengikat regulator dan mengikat pada pembakar. Untuk menjaga kekeliruan saat pengikatan dengan regulator dan pembakar, maka baut dan mur pengikat dibedakan satu sama lain, begitu juga bentuk nipelnya dibuat berbeda (Suratman, 2001).
h. Korek Api
Korek api biasa tidak diperkenankan untuk menyalakan gas, karena tangan kita posisinya terlalu dekat dengan ujung pembakar, sehingga sangat mudah terjilat nyala api. Untuk menyalakan gas ini biasanya digunakan korek api las. Korek api las yang menggunakan logam gesek ini lebih aman dipakai dan bila logam habis dapat diganti dengan mudah (Suratman, 2001).
Korek api biasa tidak diperkenankan untuk menyalakan gas, karena tangan kita posisinya terlalu dekat dengan ujung pembakar, sehingga sangat mudah terjilat nyala api. Untuk menyalakan gas ini biasanya digunakan korek api las. Korek api las yang menggunakan logam gesek ini lebih aman dipakai dan bila logam habis dapat diganti dengan mudah (Suratman, 2001).
i. Kawat Las
Kawat las digunakan sebagai bahan pengisi untuk kekuatan las. Jenis bahan kawat las yang dipakai harus sesuai dengan logam yang dilas (Suratman, 2001).
Kawat las digunakan sebagai bahan pengisi untuk kekuatan las. Jenis bahan kawat las yang dipakai harus sesuai dengan logam yang dilas (Suratman, 2001).
j. Fluks (Flux)
Fluks adalah bahan kimia berbentuk serbuk atom pasta dan ada juga yang dibalutkan pada kawat las. Fluks sangat diperlukan untuk mengelas bahan-bahan seperti paduan perak, paduan tembaga, baja, dan bahan non ferro lainnya (Suratman, 2001).
Fluks adalah bahan kimia berbentuk serbuk atom pasta dan ada juga yang dibalutkan pada kawat las. Fluks sangat diperlukan untuk mengelas bahan-bahan seperti paduan perak, paduan tembaga, baja, dan bahan non ferro lainnya (Suratman, 2001).
3.
Proses Pengelasan pada Las
Las berfungsi sebagai alat untuk
menyambung, memotong, atau mengerjakan logam dengan panas dengan cara
mencairkan logam tersebut. Panas untuk mencairkan logam diperoleh dari
pembakaran gas karbit/asetilin. Agar gas mudah terbakar maka diberi oksigen
melalui selang ke pembakar (Boentarto, 1997).
Teknik mengelas meliputi tiga tahapan yaitu tehnik menyalakan api las, teknik posisi dan tehnik mematikan api las.
Teknik mengelas meliputi tiga tahapan yaitu tehnik menyalakan api las, teknik posisi dan tehnik mematikan api las.
a. Teknik Menyalakan Api Las
Menyalakan api las dilakukan dengan menggunakan brander. Apabila pekerja las karbit belum terampil, sebaiknya menggunakan batang bara api yang cukup panjang. Jika menggunakan korek api, sebaiknya memakai korek api khusus untuk mengelas. Sebelum ujung brander disulut, kran-kran dan tekanan kerja harus sudah disetel sesuai dengan brander yang digunakan (Boentarto, 1997).
Menyalakan api las dilakukan dengan menggunakan brander. Apabila pekerja las karbit belum terampil, sebaiknya menggunakan batang bara api yang cukup panjang. Jika menggunakan korek api, sebaiknya memakai korek api khusus untuk mengelas. Sebelum ujung brander disulut, kran-kran dan tekanan kerja harus sudah disetel sesuai dengan brander yang digunakan (Boentarto, 1997).
b. Teknik Posisi Mengelas
Posisi brander terhadap benda yang dilas sangat mempengaruhi hasil pengelasan. Bermacam-macam posisi benda kerja antara lain yaitu tegak misalnya rangka bangunan, miring misalnya rangka atap bangunan dan sebagainya. Tidak semua benda kerja tersebut dapat diangkat dan dirubah posisinya dengan mudah. Banyak benda kerja yang besar dan berat seperti rangka mobil, pintu gerbang yang sulit dirubah posisinya. Dalam hal ini pengelasan harus menyesuaikan dengan letak benda kerja tersebut (Boentarto, 1997).
Teknik posisi harus diikuti dengan gerakan pembakar dan kawat las yang benar. Ada arah gerakan yang dianjurkan untuk masing-masing benda kerja agar hasil pengelasan baik. Arah gerakan maju atau ke kiri dianjurkan ketika mengelas baja yang tebalnya sampai 4,5 mm atau mengelas besi tuang dan bahan-bahan non ferro. Arah gerakan brander ke kanan atau mundur dianjurkan untuk mengelas baja yang tebalnya 4,5 mm ke atas (Boentarto, 1997).
Posisi brander terhadap benda yang dilas sangat mempengaruhi hasil pengelasan. Bermacam-macam posisi benda kerja antara lain yaitu tegak misalnya rangka bangunan, miring misalnya rangka atap bangunan dan sebagainya. Tidak semua benda kerja tersebut dapat diangkat dan dirubah posisinya dengan mudah. Banyak benda kerja yang besar dan berat seperti rangka mobil, pintu gerbang yang sulit dirubah posisinya. Dalam hal ini pengelasan harus menyesuaikan dengan letak benda kerja tersebut (Boentarto, 1997).
Teknik posisi harus diikuti dengan gerakan pembakar dan kawat las yang benar. Ada arah gerakan yang dianjurkan untuk masing-masing benda kerja agar hasil pengelasan baik. Arah gerakan maju atau ke kiri dianjurkan ketika mengelas baja yang tebalnya sampai 4,5 mm atau mengelas besi tuang dan bahan-bahan non ferro. Arah gerakan brander ke kanan atau mundur dianjurkan untuk mengelas baja yang tebalnya 4,5 mm ke atas (Boentarto, 1997).
c. Teknik Mematikan Api Las
Mematikan nyala api las tidak sama dengan mematikan api kompor atau obor. Mematikan nyala las dilakukan dengan menutup kran gas asetilin agar nyala api mati (Boentarto, 1997).
Mematikan nyala api las tidak sama dengan mematikan api kompor atau obor. Mematikan nyala las dilakukan dengan menutup kran gas asetilin agar nyala api mati (Boentarto, 1997).
4.
Cedera Radiasi
Selama proses pengelasan akan
timbul sinar-sinar yang bersifat radiasi yang dapat membahayakan pekerja las.
Sinar-sinar tersebut meliputi sinar tampak, sinar ultra violet, dan sinar
inframerah. Radiasi adalah transmisi energi melalui emisi berkas cahaya atau
gelombang. Energi radiasi bisa terletak di rentang sinar tampak, tetapi dapat
pula lebih besar atau lebih kecil dibandingkan sinar tampak. Radiasi energi
tinggi (termasuk radiasi ultra violet) disebut radiasi ionisasi karena memiliki
kapasitas melepaskan elektron dari atom atau molekul yang menyebabkan
terjadinya ionisasi. Radiasi energi rendah disebut radiasi non ionisasi karena
tidak dapat melepaskan elektron dari atom atau molekul (Corwin, 2000).
a. Efek Radiasi Pengion
Radiasi pengion dapat menyebabkan kematian sel baik secara langsung dengan merusak membran sel dan menyebakan pembengkakan intrasel sehingga terjadi lisis sel, atau secara tidak langsung dengan merusak ikatan antara pasangan-pasangan basa molekul DNA. Rusaknya ikatan tersebut menyebakan kesalahan-kesalahan pada replikasi atau transkripsi DNA. Kesalahan-kesalahan tersebut sebagian dapat diperbaiki; apabila tidak, maka kerusakan yang terjadi dapat menyebabkan kematian sel atau timbulnya kanker akibat hilangnya kontrol genetik atas pembelahan sel molekul (Corwin, 2000).
Radiasi pengion juga dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul dengan elektron yang tidak memiliki pasangan. Radikal bebas mencari reaksi-reaksi dimana ia dapat memperoleh kembali elektron pasangannya. Selama menjalankan proses tersebut, radikal bebas dapat merusak membran sel, retikulum endoplasma, atau DNA sel yang rentan molekul (Corwin, 2000).
Radiasi pengion dapat menyebabkan kematian sel baik secara langsung dengan merusak membran sel dan menyebakan pembengkakan intrasel sehingga terjadi lisis sel, atau secara tidak langsung dengan merusak ikatan antara pasangan-pasangan basa molekul DNA. Rusaknya ikatan tersebut menyebakan kesalahan-kesalahan pada replikasi atau transkripsi DNA. Kesalahan-kesalahan tersebut sebagian dapat diperbaiki; apabila tidak, maka kerusakan yang terjadi dapat menyebabkan kematian sel atau timbulnya kanker akibat hilangnya kontrol genetik atas pembelahan sel molekul (Corwin, 2000).
Radiasi pengion juga dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul dengan elektron yang tidak memiliki pasangan. Radikal bebas mencari reaksi-reaksi dimana ia dapat memperoleh kembali elektron pasangannya. Selama menjalankan proses tersebut, radikal bebas dapat merusak membran sel, retikulum endoplasma, atau DNA sel yang rentan molekul (Corwin, 2000).
b. Efek Radiasi Nonionisasi
Radiasi nonionisasi mencakup radiasi gelombang mikro dan ultrasonografik. Radiasi ini memiliki energi yang terlalu kecil untuk dapat memutuskan ikatan DNA atau merusak membran sel, tetapi radiasi ini dapat meningkatkan suhu suatu sistem, dan menyebabkan perubahan dalam fungsi-fungsi transportasi. Efek radiasi nonionisasi pada kesehatan, sedang dalam penelitian molekul (Corwin, 2000).
Radiasi nonionisasi mencakup radiasi gelombang mikro dan ultrasonografik. Radiasi ini memiliki energi yang terlalu kecil untuk dapat memutuskan ikatan DNA atau merusak membran sel, tetapi radiasi ini dapat meningkatkan suhu suatu sistem, dan menyebabkan perubahan dalam fungsi-fungsi transportasi. Efek radiasi nonionisasi pada kesehatan, sedang dalam penelitian molekul (Corwin, 2000).
c. Efek Radiasi Sinar-Sinar Las
Terhadap Ketajaman Penglihatan Sinar-sinar yang dihasilkan selama proses
pengelasan termasuk dalam radiasi energi tinggi atau sering disebut radiasi
ionisasi. Sinar sinar tersebut antara lain:
1) Sinar Tampak
Benda kerja dan bahan tambah yang mencair pada las mengeluarkan sinar tampak. Sinar tampak yaitu merupakan sinar ionisasi yang ditimbulkan dari radiasi. Sinar tampak memiliki panjang gelombang 400-760 nm.
Semua sinar tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa dan kornea mata ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan segera menjadi kelelahan pada mata (Nurdin, 1999). Kelelahan pada mata berdampak pada berkurangnya daya akomodasi mata. Hal ini menyebabkan pekerja dalam melihat mencoba mendekatkan matanya terhadap obyek untuk memperbesar ukuran benda, maka akomodasi lebih dipaksa. Keadan ini menimbulkan penglihatan rangkap dan kabur. Selain itu, pemaksaan daya akomodasi oleh mata juga menimbulkan sakit kepala di daerah atas mata.
2) Sinar Infra Merah
Sinar infra merah dan ultra violet berasal dari busur listrik. Sinar infra merah adalah sinar yang merupakan sumber panas yang memancarkan gelombang gelombang elektromagnetis. Jika gelombang ini mengenai benda, maka pada benda tersebut dilepaskan energi yang berubah menjadi panas. Adanya sinar infra merah tidak segera terasa oleh mata, karena itu sinar ini lebih berbahaya, sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak terasa. Pengaruh sinar infra merah terhadap mata sama dengan pengaruh panas, yaitu akan terjadi pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya peyakit cornea, presbiovia yang terlalu dini dan kerabunan (Nurdin, 1999).
Radiasi dapat menimbulkan kerusakan sel pada lensa mata sehingga sel-sel itu tidak mampu melakukan peremajaan. Sebagai akibatnya, lensa mata dapat mengalami kerusakan permanen. Penyinaran yang mengenai mata dengan dosis 2-5 Sv dapat mengakibatkan terjadinya katarak pada lensa mata. Radiasi lebih mudah menimbulkan katarak pada usia muda dibandingkan dengan usia tua (Akadi, 2000).
3) Sinar Ultra Violet
Sinar ultra violet mempunyai panjang gelombang antara 240 nm-320 nm. Sumber sinar ultra violet selain sinar matahari, juga dihasilkan pada kegiatan pengelasan, lampu-lampu pijar, pengerjaan laser, dan lain-lain (Budiono, 2003).
Sinar ultra violet sebenarnya adalah pancaran yang mudah terserap, tetapi sinar ini mempunyai pengaruh besar terhadap reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh. Sinar ultra violet akan segera merusak epitel kornea. Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit, mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva kemotik (Nurdin, 1999).
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji fluorensin positif. Keratitis terutama terdapat pada fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu. Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada kornea.
1) Sinar Tampak
Benda kerja dan bahan tambah yang mencair pada las mengeluarkan sinar tampak. Sinar tampak yaitu merupakan sinar ionisasi yang ditimbulkan dari radiasi. Sinar tampak memiliki panjang gelombang 400-760 nm.
Semua sinar tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa dan kornea mata ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan segera menjadi kelelahan pada mata (Nurdin, 1999). Kelelahan pada mata berdampak pada berkurangnya daya akomodasi mata. Hal ini menyebabkan pekerja dalam melihat mencoba mendekatkan matanya terhadap obyek untuk memperbesar ukuran benda, maka akomodasi lebih dipaksa. Keadan ini menimbulkan penglihatan rangkap dan kabur. Selain itu, pemaksaan daya akomodasi oleh mata juga menimbulkan sakit kepala di daerah atas mata.
2) Sinar Infra Merah
Sinar infra merah dan ultra violet berasal dari busur listrik. Sinar infra merah adalah sinar yang merupakan sumber panas yang memancarkan gelombang gelombang elektromagnetis. Jika gelombang ini mengenai benda, maka pada benda tersebut dilepaskan energi yang berubah menjadi panas. Adanya sinar infra merah tidak segera terasa oleh mata, karena itu sinar ini lebih berbahaya, sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak terasa. Pengaruh sinar infra merah terhadap mata sama dengan pengaruh panas, yaitu akan terjadi pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya peyakit cornea, presbiovia yang terlalu dini dan kerabunan (Nurdin, 1999).
Radiasi dapat menimbulkan kerusakan sel pada lensa mata sehingga sel-sel itu tidak mampu melakukan peremajaan. Sebagai akibatnya, lensa mata dapat mengalami kerusakan permanen. Penyinaran yang mengenai mata dengan dosis 2-5 Sv dapat mengakibatkan terjadinya katarak pada lensa mata. Radiasi lebih mudah menimbulkan katarak pada usia muda dibandingkan dengan usia tua (Akadi, 2000).
3) Sinar Ultra Violet
Sinar ultra violet mempunyai panjang gelombang antara 240 nm-320 nm. Sumber sinar ultra violet selain sinar matahari, juga dihasilkan pada kegiatan pengelasan, lampu-lampu pijar, pengerjaan laser, dan lain-lain (Budiono, 2003).
Sinar ultra violet sebenarnya adalah pancaran yang mudah terserap, tetapi sinar ini mempunyai pengaruh besar terhadap reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh. Sinar ultra violet akan segera merusak epitel kornea. Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit, mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva kemotik (Nurdin, 1999).
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji fluorensin positif. Keratitis terutama terdapat pada fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu. Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada kornea.
Keratitis dapat bersifat akibat
efek kumulatif sinar ultra violet sehingga gambaran keratitisnya menjadi berat
(Ilyas, 2004)
Pada mata, sinar ultra violet juga dapat mengakibatkan fotoelektrika. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari kemungkinan mata terpapar sinar ultra violet dan menggunakan kacamata yang tidak tembus sinar tersebut (Budiono, 2003).
Pada mata, sinar ultra violet juga dapat mengakibatkan fotoelektrika. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari kemungkinan mata terpapar sinar ultra violet dan menggunakan kacamata yang tidak tembus sinar tersebut (Budiono, 2003).
5.
Jenis Alat Pelindung Diri Pada Bengkel Las
a. Helm Pengaman
Helm pengaman sangat penting penggunaannya, yaitu untuk menghindari:
1) Tumbukan langsung benda keras dengan kepala.
2) Kejatuhan langsung benda keras terhadap kepala.
3) Cipratan ledakan-ledakan kecil dari cairan las yang mengakibatkan terbakarnya bagian kepala (Nurdin, 1999).
Syarat-syarat dari helm pengaman yaitu:
1) Nyaman dipakai.
2) Kuat dan tahan dari benturan, panas dan goresan benda tajam.
3) Daya kalor panasnya relatif kecil.
4) Terbuat dari fibre glass (Nurdin, 1999).
a. Helm Pengaman
Helm pengaman sangat penting penggunaannya, yaitu untuk menghindari:
1) Tumbukan langsung benda keras dengan kepala.
2) Kejatuhan langsung benda keras terhadap kepala.
3) Cipratan ledakan-ledakan kecil dari cairan las yang mengakibatkan terbakarnya bagian kepala (Nurdin, 1999).
Syarat-syarat dari helm pengaman yaitu:
1) Nyaman dipakai.
2) Kuat dan tahan dari benturan, panas dan goresan benda tajam.
3) Daya kalor panasnya relatif kecil.
4) Terbuat dari fibre glass (Nurdin, 1999).
b. Kacamata Las (Gogel)
Pelindung mata digunakan untuk
menghindari pengaruh radiasi energi seperti sinar ultra violet, inframerah dan
lain-lain yang dapat merusak mata. Pemaparan sinar ultra violet dengan
intensitas tinggi dalam waktu singkat atau pemaparan sinar ultra violet
intensitas rendah dalam waktu cukup lama akan merusak kornea mata. Para pekerja
yang kemungkinan dapat terkena bahaya dari sinar yang menyilaukan, seperti
sinar dari las potong dengan menggunakan gas dan percikan dari las sinar yang
memijar harus menggunakan pelindung mata khusus. Pekerjaan pengelasan juga
menghasilkan radiasi inframerah tergantung pada temperatur lelah mental
(Direktorat Hilir Bidang Pemasaran dan Niaga, 2002).
Jenis pelindung mata yang
digunakan sebagai alat pelindung diri oleh pekerja las karbit adalah kacamata
las (gogel). Kacamata las (gogel) sangat penting digunakan pada saat mengelas,
untuk melindungi mata dari radiasi sinar ultra violet, sinar tampak dan sinar
inframerah. Gogel tersebut harus mampu menurunkan kekuatan pancaran sinar
tampak dan harus dapat melindungi mata dari pancaran sinar ultra violet dan
inframerah. Untuk mendapatkan kacamata las dengan kaca gelap yang memiliki
sifat tidak tembus sinar-sinar berbahaya sulit didapatkan. Namun, biasanya
kacamata las hanya dapat menahan sekian persen dari sinar-sinar yang berbahaya,
sehingga dapat dicegah bahayanya bagi mata.
Lebih banyak sinar dari suatu
panjang gelombang yang dipancarkan oleh suatu sumber bahaya, maka lebih besar
pula daya absorbsi untuk sinar itu yang harus dipunyai kacamata las. Untuk
keperluan ini maka kacamata las harus mempunyai warna tranmisi tertentu,
misalnya abu-abu, coklat atau hijau. Lensa kacamata tidak boleh terlalu gelap,
karena tidak dapat melihat benda kerja dengan jelas, tetapi juga tidak boleh
terlalu terang, sebab akan menyilaukan.
Bahan dari kacamata las (gogel)
dapat terbuat dari plastik yang transparan dengan lensa yang dilapisi kobalt
untuk melindungi bahaya radiasi gelombang elektromagnetik non ionisasi dan
kesilauan atau lensa yang terbuat dari kaca yang dilapisi timah hitam untuk
melindungi dari radiasi gelombang elektromagnetik dan mengion (Budiono, 2003).
c.
Pelindung Muka
Pelindung muka dipakai untuk melindungi seluruh muka terhadap kebakaran kulit sebagai akibat dari cahaya busur, percikan dan lain-lainnya, yang tidak dapat dilindungi dengan hanya memakai pelindung mata saja. Bentuk dari pelindung muka bermacam-macam, dapat berbentuk helm las (helmet welding) dan kedok las (handshield welding). Kedok las yang dipegang dengan tangan, digunakan pada waktu mengelas di bawah tangan, vertikal maupun horizontal. Helm las dipakai pada kepala sehingga kedua tangan bisa bebas. Alat ini digunakan terutama pada waktu mengelas posisi di atas kepala. Kedok las dan helm las dilengkapi dengan kaca penyaring (filter) yang harus dipakai selama proses pengelasan. Tujuan dari filter ini adalah untuk menghilangkan dan menyaring sinar infra merah dan ultra violet. Filter dilapisi oleh kaca bening atau kaca plastik yang ditempatkan di sebelah luar dan dalam, fungsinya untuk melindungi filter dari percikan-percikan las (Nurdin, 1999).
Pelindung muka dipakai untuk melindungi seluruh muka terhadap kebakaran kulit sebagai akibat dari cahaya busur, percikan dan lain-lainnya, yang tidak dapat dilindungi dengan hanya memakai pelindung mata saja. Bentuk dari pelindung muka bermacam-macam, dapat berbentuk helm las (helmet welding) dan kedok las (handshield welding). Kedok las yang dipegang dengan tangan, digunakan pada waktu mengelas di bawah tangan, vertikal maupun horizontal. Helm las dipakai pada kepala sehingga kedua tangan bisa bebas. Alat ini digunakan terutama pada waktu mengelas posisi di atas kepala. Kedok las dan helm las dilengkapi dengan kaca penyaring (filter) yang harus dipakai selama proses pengelasan. Tujuan dari filter ini adalah untuk menghilangkan dan menyaring sinar infra merah dan ultra violet. Filter dilapisi oleh kaca bening atau kaca plastik yang ditempatkan di sebelah luar dan dalam, fungsinya untuk melindungi filter dari percikan-percikan las (Nurdin, 1999).
d.
Kacamata Bening (Safety Spectacles)
Kacamata bening dipakai pada waktu membersihkan terak, karena terak sangat rapuh dan keras pada waktu dingin (Nurdin, 1999).
Kacamata bening dipakai pada waktu membersihkan terak, karena terak sangat rapuh dan keras pada waktu dingin (Nurdin, 1999).
e.
Pelindung Telinga (Hearing Protection)
Alat pelindung telinga digunakan untuk melindungi telinga dari kebisingan pada waktu menggerinda, meluruskan benda kerja, persiapan pengelasan dan lain sebagainya (Nurdin, 1999).
Alat pelindung telinga digunakan untuk melindungi telinga dari kebisingan pada waktu menggerinda, meluruskan benda kerja, persiapan pengelasan dan lain sebagainya (Nurdin, 1999).
f.
Alat Pelindung Hidung (Respirator)
Alat pelindung hidung digunakan untuk menjaga asap dan debu agar tidak langsung masuk ke hidung (Nurdin, 1999).
Alat pelindung hidung digunakan untuk menjaga asap dan debu agar tidak langsung masuk ke hidung (Nurdin, 1999).
g.
Pakaian Kerja
Pakaian kerja pada waktu mengelas berfungsi untuk melindungi anggota badan dari bahaya-bahaya waktu mengelas. Syarat-syarat pakaian kerja yaitu:
1) Bahan pakaian kerja harus terbuat dari kain katun atau kulit, karena katun dan kulit akan tidak cepat bereaksi bila bersentuhan dengan panas.
2) Menghindari pakaian kerja yang terbuat dari bahan polyester atau bahan yang mengandung sintetis, karena bahan tersebut akan cepat bereaksi dan mudah menempel pada kulit badan apabila kena loncatan bunga api.
3) Pakaian kerja tidak terlalu longgar dan tidak terlalu sempit, karena kalau terlalu longgar akan menambah ruang gerak anggota badan, terlalu sempit akan mengurangi gerak anggota badan.
4) Hindarkan celana dari lipatan bagian bawah, hal ini dapat menimbulkan tersangkut dengan benda lain atau kemasukan bunga api (Nurdin, 1999).
h. Pelindung Dada (Apron)
Bagian dalam dada merupakan bagian yang sangat peka terhadap pengaruh panas dan sinar yang tajam. Sinar dari las listrik termasuk sinar yang sangat tajam. Untuk melindungi bagian dalam dada tersebut digunakan pelindung dada. Pelindung dada dipakai setelah baju las (Boentarto, 1997).
i. Sarung Tangan
Pekerjaan mengelas selalu berhadapan dengan benda-benda panas dan arus listrik. Untuk melindungi jari-jari tangan dari benda panas dan sengatan listrik, maka tukang las harus memakai sarung tangan yang tahan panas dan bersifat isolasi. Sarung tangan harus lemas sehingga tidak mengganggu pekerjaan jari-jari tangan. Sarung tangan dibuat dari kulit atau asbes lunak untuk memudahkan memegang pemegang elektroda. Waktu mengelas harus selalu memakai sepasang sarung tangan (Boentarto, 1997).
Pakaian kerja pada waktu mengelas berfungsi untuk melindungi anggota badan dari bahaya-bahaya waktu mengelas. Syarat-syarat pakaian kerja yaitu:
1) Bahan pakaian kerja harus terbuat dari kain katun atau kulit, karena katun dan kulit akan tidak cepat bereaksi bila bersentuhan dengan panas.
2) Menghindari pakaian kerja yang terbuat dari bahan polyester atau bahan yang mengandung sintetis, karena bahan tersebut akan cepat bereaksi dan mudah menempel pada kulit badan apabila kena loncatan bunga api.
3) Pakaian kerja tidak terlalu longgar dan tidak terlalu sempit, karena kalau terlalu longgar akan menambah ruang gerak anggota badan, terlalu sempit akan mengurangi gerak anggota badan.
4) Hindarkan celana dari lipatan bagian bawah, hal ini dapat menimbulkan tersangkut dengan benda lain atau kemasukan bunga api (Nurdin, 1999).
h. Pelindung Dada (Apron)
Bagian dalam dada merupakan bagian yang sangat peka terhadap pengaruh panas dan sinar yang tajam. Sinar dari las listrik termasuk sinar yang sangat tajam. Untuk melindungi bagian dalam dada tersebut digunakan pelindung dada. Pelindung dada dipakai setelah baju las (Boentarto, 1997).
i. Sarung Tangan
Pekerjaan mengelas selalu berhadapan dengan benda-benda panas dan arus listrik. Untuk melindungi jari-jari tangan dari benda panas dan sengatan listrik, maka tukang las harus memakai sarung tangan yang tahan panas dan bersifat isolasi. Sarung tangan harus lemas sehingga tidak mengganggu pekerjaan jari-jari tangan. Sarung tangan dibuat dari kulit atau asbes lunak untuk memudahkan memegang pemegang elektroda. Waktu mengelas harus selalu memakai sepasang sarung tangan (Boentarto, 1997).
j.
Sepatu Kerja
Fungsi dari sepatu kerja yaitu untuk melindungi kaki dari beram-beram tajam, kejatuhan benda-benda tajam dan percikan cairan logam serta goresan-goresan benda-benda tajam. Syarat-syarat dari sepatu kerja yaitu kuat dan tahan api, tinggi dengan penutup ujung sepatu dari baja, dan bahan dari kulit (Nurdin, 1999).
Fungsi dari sepatu kerja yaitu untuk melindungi kaki dari beram-beram tajam, kejatuhan benda-benda tajam dan percikan cairan logam serta goresan-goresan benda-benda tajam. Syarat-syarat dari sepatu kerja yaitu kuat dan tahan api, tinggi dengan penutup ujung sepatu dari baja, dan bahan dari kulit (Nurdin, 1999).
6.
Identifikasi Bahaya
Dilakukan melalui
inspeksi, monitoring, wawancara, dan konsultasi dengan kepala Bengkel Las dan
para pekerjanya. Secara umum kegiatan pengelasan di Bengkel Las Rizky Skaja
sudah menggunakan SOP tetapi hanya seadanya sehingga tidak melindungi bagian
tubuh secara menyeluruh. Pelindung yang digunakan hanya pakaian sehari-hari
seperti kacamat dan baju kaos tipis, tidak mengikuti alat-alat pelindung
kesehatan dan keselamatan kerja di bidang pengelasan
7.
Analisa Risiko
Daftar kemungkinan dan konsekuensi dari bahaya
pengelasan.
Jenis Bahaya
|
Risiko
|
Konsekuensi
|
Faktor Fisik
•Suhu Panas
•Pencahayaan yang
tajam
|
Radiasi
Radiasi
|
Tangan dan Kaki
terbakar terkena percikan api
Memerah hingga buta
|
Faktor Ergonomik
•Membungkuk terlalu
lama
sewaktu proses pengelasan
|
Lordosis
|
Tulang membengkok kea
rah depan
|
Faktor Psikososial
•Jam
kerja yang lama/ istirahat
kurang.
|
Kelelahan
|
Lemah, pusing hingga
pingsan
|
Alat
Perlindungan Diri
•Pengelas tidak
memakai
Masker yang memadai
•Pakaian khusus
pengelasan (Apron) tidak memadai
|
Kecelakaan
Kecelakaan
|
Serbuk besi bisa
mengenai mata
Tubuh kurang
terlindung dari alat-alat pengelasan (Luka dan terbakar)
|
Faktor Kimiawi
•Hasil sisa-sisa gas
sewaktu
pengelasan
|
Udara banyak
mengandung gas beracun
|
Batuk-batuk, Pusing,
sesak napas hingga pingsan
|
8.
Pengendalian Risiko
NO.
|
HAZARD
|
PENGENDALIAN
|
1.
|
Hasil sisa-sisa gas
sewaktu pengelasan
|
§ Harus
memakai helm khusus las yang sesuai standar SOP.
|
2.
|
Pakaian khusus
pengelasan (Apron) tidak memadai
|
§ Pengelas wajib memakai pakaian las (apron)
yang telah ada sesuai dengan SOP.
|
3.
|
Pengelas tidak memakai
masker yang memadai
|
§ Pengelas wajib memakai masker khusus las yang sesuai dengan
standar SOP
|
4.
|
Membungkuk terlalu
lama pada saat pengelasan
|
§ Adanya
waktu pergantian dalam bekerja
|
5.
|
Suhu panas
|
§ Usahakan
jangan terlalu dekat dengan objek yang dikerjakan
§ Memakai
pakaian standarisasi
|
6.
|
Pencahayaan yang tajam
|
|
7.
|
Jam
kerja yang lama/ istirahat kurang.
|
§ Dalam bekerja ada jeda istirahat sehingga pekerja tidak bosan
dan merasa stress.
|
A. Kesimpulan
1. Las adalah suatu proses penyambungan plat atau logam menjadi
satuakibat panas dengan
atau tanpa tekanan.
2. Pengelasan di Bengkel Las Rizky Skaja belum melakukan SOP secara lengkap hanya
pakaian atau barang-barang apa adanya yang dapat melindungi diri mereka secara
tidak menyeluruh
3. Setelah
diadakan penelitian, penulis mendapatkan 7 (tujuh) tingkat risiko dari kegiatan
pengelasan.Dengan analisa semi kualitatif, didapatkan skor tertinggi 25 dari
maksimum 25 yaitu dari faktor Kimiawi (Hasil sisa-sisa gas sewaktu
pengelasan) yang disebabkan
oleh dengan tafsiran probabilitasnya hampir pasti terjadi dan pengaruhnya
fatal. Kemudian skor minimal adalah 2 dari faktor psikososial (Jam kerja yang lama/ istirahat kurang) khususnya dari sisi manajemen waktu
pengelasan yang panjang sementara waktu
istirahat yang relatif kurang.
4. Pekerjaan pengelasan harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak
menyepelekan risiko sekecil apapun
B. Saran
1.
Alat Keselamatan Kerja seperti masker dan kacamata pelindung serta
baju kerja harus sesuai dengan ketentuan alat kerja pengelasan harus menjai
perhatian penting karena ini menyangkut dengan keselamatan kerja untuk
menghindari kecelakaan.
2.
Pengelola Bengkel Las seharusnya memberikan keselamatan kerja
dengan mengikutsertakan pekerjanya untuk ikut dalam program asuramsi
ketenagakerjaan, berhubung bekerja di bengkel las risikonya sangat tinggi.
3.
Pengelola seharusnya memberikan waktu jeda untuk bekerja agar
menghindari risiko fisik terhadap pekerja
DAFTAR PUSTAKA
http://pengelasan-kapal.blogspot.com/
Dwiiiiii...... my Sena..... ternyata dulu suka nulis ya sen.... rindu saat kita kuliah dululahhh....
BalasHapus