KATA PENGANTAR
Puji syukur kami kepada Allah swt,
karena atas rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
aborsi dan kaitannya dengan hukum dan perundang-undangan kesehatan. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
syarat mata kuliah Hukum dan Perundang-Undangan Kesehatan yang diajarkan oleh
Bpk.....
Besar harapan kami bahwa penulisan
makalah tentang aborsi dan kaitannya dengan Hukum dan perundang undangan
kesehatan dapat bermanfaat bagi pembaca dan mampu menambah pengetahuan dari
pembaca.
Kami menyadari bahwa dalam makalah
ini belum sempurna. Oleh karena itu kami menerima kritikan dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun untuk memperbaiki isi dari makalah ini. kurang
dan lebih kami mengucapkan terima kasih.
Penulis
Medan,
05 Mei 2015
Daftar Isi
Kata
pengantar i
Daftar
Isi ii
Bab
I Latar Belakang 1
Rumusan Masalah
Tujuan
Bab
II Pembahasan
1.1 Defenisi
aborsi
1.2 Jenis-jenis aborsi
1.3 Faktor
faktor penyebab aborsi
1.4 Upaya
pencegahan aborsi
1.5 Hukum
aborsi di Indonesia
Bab
III Kesimpulan
Saran
Daftar
Pustaka
BAB I
1.1 Latar
Belakang
Aborsi adalah
suatu tindakan yang masih dipermasalahkan sampai saat ini. Tindakan aborsi
adalah suatu upaya untuk menggugurkan
kandungan ibu hamil yang dilaksanakan secara legal ataupun ilegal. Permasalahan
aborsi saat itu sudah dibahas di dalam undang undang tentang kesehatan dan
undang undang tentang kesehatan reproduksi.
Pada dasarnya tindakan aborsi itu di larang menurut
hukum. Namun tindakan aborsi dapat diperbolehkan dengan 2 syarat yaitu : adanya
kedaruratan medis dan adanya gangguan psikologis yang berat, namun walaupun
hanya dua hal tersebut yang diperbolehkan menurut hukum tindakan aborsi yang
bersifat ilegal masih merajalela di Indonesia.
Kasus aborsi yang terjadi di Indonesia terus
meningkat dari waktu ke waktu. BKKBN memperkirakan bahwa angka aborsi pada anak
usia remaja diperkotaan terus meningkat, salah satu penyebabnya dikatakan bahwa
masih rendahnya pengetahuan remaja tentang pendidikan seksual.
Tidak hanya itu, permasalaahan aborsi juga dapat
meningkatnya AKI, dimana AKI adalah salah satu indikator kesehatan di suatu
negara. Sampai saat ini, walaupun aborsi itu di larang, masih juga di temukan
praktek praktek aborsi yang ilegal baik itu dari tenaga kesehatan itu sendiri
ataupund ari pengobatan tradisional.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pelaksanaan tentang hukum aborsi di Indonesia ?
2. Apa
upaya pencegahan untuk mengatasi masalah aborsi di Indonesia ?
3. Bagaimana
sanksi yang berlaku bagi mereka yang melakukan aborsi dan yang melaksanakan
aborsi di Indonesia ?
1.3 Tujuan
Tujuan adalah untuk
mengetahui apa saja hukum yang mengatur tentang tindakan aborsi, megetahui
bagaimana upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
aborsi baik dari sisi medis maupun dari segi hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Abortus
Pengertian
aborsi Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah ”aborsi”, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan
sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Aborsi provocatus
merupakan istilah lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan
hukum. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh.
Menurut
Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute For Social, Studies
anda Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan” aborsi didefenisikan sebagai
penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur ( ovum) yang telah dibuahi
rahim (uterus), sebelum janin (fetus) mencapai 20 minggu. Di Indonesia belum ada
batasan resmi mengenai pengguguran kandungan (aborsi). Aborsi didefenisikan
sebagai terjadinya keguguran janin, melakukan aborsi sebagai melakukan
pengguguran (dengan sengaja karena tidak mengiginkan bakal bayi yang dikandung
itu). (Js.Badudu, dan Sultan Mohamad Zair,1996)
Abortus
adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa
mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat
badannya telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan lebih
daripada 20 minggu (Sastrawinata et al.,2005).
Abortus
dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus provokatus.
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus yang
terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun
alat-alat (Mochtar, 1998). Jika merujuk dari segi kedokteran atau medis,
keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan. Untuk lebih memperjelas maka berikut ini akan dikemukakan defenisi
para ahli tentang aborsi (Rustam Mochtar, 1998)
- Eastman:
Aborsi adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum
sanggup berdiri sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus
itu beratnya terletak antara 400 – 1000 gr atau kehamilan kurang dari 28
minggu.
- Jeffcoat:
Aborsi yaitu pengeluaran dari hasil konsepsi
sebelum 28 minggu, yaitu fetus belum viable by law
- Holmer:
Aborsi yaitu terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16 dimana
plasentasi belum selesai.
1.2 Jenis-Jenis Aborsi
Dalam
dunia kedokteran, dikenal istilah abortus,
yaitu menggugurkan kandungan, yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan
sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. World Health Organization (WHO) memberikan
definisi bahwa aborsi adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan di bawah 28
minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram. Aborsi juga diartikan
mengeluarkaan atau membuang baik embrio atau fetus secara prematur (sebelum
waktunya). Secara garis besar Aborsi
dapat kita bagi menjadi dua bagian, yakni:
1.
Aborsi
Spontan (Spontaneous Abortion)
Aborsi
spontaneous atau dikenal sebagai keguguran merupakan proses keluarnya embrio
atau fetus akibat kecelakaan, ketidaksengajaan atau penyebab alami lainnya yang
mengakibatkan terhentinya kehamilan sebelum minggu ke-22.[1]
Aborsi spontan merupakan proses yang terjadi sendiri tanpa campur tangan
manusia.
Abortus Spontaneous adalah abortus yang terjadi dengan
sendirinya, tanpa pengaruh dari luar. Melihat pengertian abortus menurut ilmu
hukum dimana abortus diartikan sebagai lahirnya buah kandungan sebelum waktunya
oleh perbuatan yang bersifat sebagai perbuatan pidana kejahatan, maka abortus
spontineus tidak termasuk abortus menurut ilmu hukum karena dalam pengertian
abortus spontaneus tidak ada unsur keluarnya janin karena perbuatan seseorang.
Dengan kata lain janin keluar secara spontan dan tanpa kesengajaan (keguguran)
Aborsi Spontan ini
masih terdiri dari berbagai macam tahap yakni:
a. Abortus
Iminen. Dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan Threaten Abortion, terancam keguguran (bukan keguguran). Di sini
keguguran belum terjadi, tetapi ada tanda-tanda yang menunjukkan ancaman bakal
terjadi keguguran.
b. Abortus
Inkomplitus. Yaitu pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. (Inna Hudaya, 2009 :11). Secara
sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap, artinya sudah terjadi pengeluaran
buah kehamilan tetapi tidak komplit.
c. Abortus
Komplitus. Yang satu ini Aborsi lengkap, yakni pengeluaran buah kehamilan sudah
lengkap, sudah seluruhnya keluar.
d.
Abortus Insipien. buah
kehamilan mati di dalam kandungan-lepas dari tempatnya- tetapi belum
dikeluarkan. Hampir serupa dengan itu, ada yang dikenal Missed Abortion, yakni buah kehamilan mati di dalam kandungan
tetapi belum ada tanda-tanda dikeluarkan.
2. Aborsi Provokatus
Pengguguran yang terjadi dengan sengaja disebut juga abortus provocatus,
yaitu pengakhiran kehamilan dengan sengaja terjadi karena adanya perbuatan
manusia yang berusaha menggugurkan kandungan. Sedangkan
Aborsi Provokatus (sengaja) masih terbagi lagi menjadi dua bagian kategori
besar yakni Abortus Provokatus Kriminalis (kejahatan) dan Abortus Provokatus Therapericus/Medisinalis.
a.
Abortus Provocatus Kriminalis
Adalah pengakhiran kehamilan yang dilakukan dengan
sengaja melanggar berbagai ketentuan hukum yang berlaku. Abortus provocatus
Kriminalis adalah abortus yang sengaja dilakukan dengan maksud jahat. Di
Indonesia batasan abortus yang sengaja dilakukan dengan maksud jahat adalah
jika abortus tersebui dilakukan tidak berdasarkan indikasi medis untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil. Pengguguran yang disengaja dibuat dengan
kejahatan, keguguran criminal atau abortus provocatus criminalis dapat
dilakukan oleh: .
a)
Yang bersangkutan sendiri
b)
Yang bersangkutan sendiri dengan bantuan orang lain
c)
Orang lain, abortur.
KUHP di
Indonesia hanya mengatur abortus pravocatus Kriminalis tanpa mengenal alasan
lain untuk melakukan abortus tersebut berdasarkan alasan ekonomi, sosial,
kesehatan, kegagalan kontrasepsi, hamil akibat perkosaan. Hal tersebut memperlihatkan
bahwa pengaturan tentang abortus provocatus dalarn KUHP sangatlah keras karena
tidak dikenal alasan apapun dalam melakukan abortus.
b.
Abortus Provocatus Therapericus/Mediciniolis
adalah pengakhiran kehamilan yang dilakukan
berdasarkan alasan atau pertimbangan medis. Abortus Theiapeuricus atau sering
juga disebut abortus provocatus mediciniolis adalah abortus yang dilakukan
berdasarkan atas indikasi medis. Abortus provocatus mediciniolis dapat
dilakukan jika:
a)
Atas indikasi kesehakn fisik seperti penyakit Jantung yang progresif dan
penyakit hypertensi yang progresif
b)
Atas indikasi kesehatan mental, dilakukan bukan karena wanita akan
menderita penyakit mental dan bayinya akan menderita penyakit mental melainkan
karena dengan adanya keharnilan wanita itu menderita ketegangan jiwa-stress.
c)
Atas indikasi kesehatan social, dikerjakan karena wanita keluarga merasa
jumlah anak mereka sudah cukup. Permintaan untuk abortis provocatus itu
biasanya datang dari pasien kecuali abortus atas indikasi kesehatan fisik.
Abortus karena sakit jantung yang progresif dan sakit hypertensi yang progresif
datang dari dokternya pasien.
Di Indonesia, abortus provocatus
medicinialis boleh dilakukan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan. Namun, abortus provocatus medicinialis yang boleh
dilakukan di Indonesia hanya abortus provocatus atas indikasi kesehatan fisik
yaitu dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil. Sementara
abortus provocatus atas indikasi kesehatan mental dan kesehatan social tidak
boleh diiakukan.
Jenis-jenis
Abortus Provokatus Medisinalis terdiri dari:
1. Dilatation
dan Curettage
Jenis ini dilakukan dengan cara
memasukkan semacam pacul kecil ke dalam rahim, kemudian janin yang hidup itu
dipotong kecil-kecil, dilepaskan dari dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya
akan terjadi banyak pendarahan, cara ini dilakukan terhadap kehamilan yang
berusia 12-13 minggu.
2. Suction
(Sedot)
Dilakukan dengan cara memperbesar leher
rahim, lalu dimasukkan sebuah tabung ke dalam rahim dan dihubungkan dengan alat
penyedot yang kuat, sehinggi bayi dalam rahim tercabik-cabik menjadi
kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam sebuah sebuah botol.
3. Peracunan
dengan garam
Jenis ini dilakukan pada janin yang
berusia lebih dari 16 minggu, ketika sudah cukup banyak cairan yang terkumpul
di sekitar bayi dalam kantung anak dan larutan garam yang pekat dimasukkan ke
dalam kandungan itu.
4. Histeromi
atau bedah Caesar
Jenis ini dilakukan untuk janin yang
berusia 3 bulan terakhir dengan cara operasi terhadap kandungan.
5. Prostaglandin
Jenis ini dilakukan dengan cara memakai
bahan-bahan kimia yang dikembangkan Upjohn
Pharmaccutical Co. Bahan-bahan kimia ini mengakibatkan rahim ibu mengerut,
sehingga bayi yang hidup itu mati dan terdorong keluar.[2]
1.3 Faktor Penyebab Abortus
Secara
umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus spontan yaitu faktor fetus,
faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal. Lebih dari 80 persen
abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kira-kira setengah dari
kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah melewati trimester
pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya anomalikromosom berkurang
(Cunningham et
al.,
2005).
a. Faktor Fetus
Berdasarkan hasil studi
sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia, sekitar 50 hingga 60 persen dari
abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama mempunyai kelainan
kariotipe. Kelainan pada kromosom ini adalah seperti autosomal trisomy,
monosomy X dan
polyploidy
(Lebedev
et
al., 2004).
Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan janin yang
mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari kegagalan
kehamilan dini. Kelainan dalam jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada
kelainan struktur kromosom. Abnormalitas kromosom secara struktural dapat
diturunkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya yang menjadi pembawa
abnormalitas tersebut (Cunningham et al., 2005).
b. Faktor-faktor Ibu Sebagai
Penyebab Abortus
Menurut Sotiriadis dan
kawan-kawan (2004), ibu hamil yang mempunyai riwayat keguguran memiliki risiko
yang tinggi untuk terjadi keguguran pada kehamilan seterusnya terutama pada ibu
yang berusia lebih tua. Pada wanita hamil yang mempunyai riwayat keguguran tiga
kali berturutturut, risiko untuk terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya
adalah sebesar 50 persen (Kleinhaus et al., 2006; Berek, 2007).
c. Faktor Paternal
Translokasi kromosom dalam
sperma dapat menyebabkan zigote mempunyai terlalu sedikit atau terlalu banyak
bahan kromosom, sehingga mengakibatkan abortus (Cunningham et al., 2005).
d. Faktor sosial (khusus
untuk kehamilan pranikah), jika tidak aborsi:
1) Putus
sekolah atau kuliah
2) Malu
pada keluarga dan tetangga
3) Siapa
yang akan mengasuh bayi
4) Terputus
atau terganggu karir atau masa depan
1. Kondisi Pra Aborsi
Sarlito
(2000), menyatakan bahwa kondisi psikologis perempuan pra aborsi diantaranya
adalah takut atau cemas, kebingungan sehingga menunda-nunda persoalan,
membutuhkan perlindungan tetapi lelaki yang berbuat pada umumnya tidak mau dan
tidak mampu bertanggungjawab, membutuhkan informasi tetapi tidak tahu harus
bertanya kepada siapa (masyarakat mentabukan seks, apalagi aborsi dari semua
yang belummenikah, khususnya perempuan). Pada saat sudah terdesak akhirnya
nekat mencari bantuan yang paling terjangkau (dekat, murah dan mudah). Tindakan
nekat ini tidak didukung oleh pengetahuan yang cukup bisa sangat berbahaya,
dukun atau para medik atau dokter yang tidak bertanggungjawab, komplikasi yang
tidak segera ditolong, infeksi karena tidak diperiksa ulang.
1.4 Upaya Pencegahan Aborsi
Upaya-upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Abortus
Provacatus Criminalis
1.
Untuk masyarakat agar
dihimbau untuk:
1)
Sedapat
mungkin menghindari hubungan suami isteri pada pasangan yang tidak/belum
menikah.
2)
Bagi para suami isteri yang tidak merencanakan
untuk menambah jumlah anak, agar mengikuti program KB.
3)
Bagi
para pekerja seks komersial agar selalu menggunakan kondom pada saat melakukan
hubungan intim dengan pelanggannya.
4)
Meningkatkan
pengetahuan agama agar selalu terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh
agamanya.
5)
Menuntut
pada pemerintah agar memberikan tindakan hukuman yang seberat-beratnya bagi
para pemerkosa ataupun pelaku tindakan pelecehan/kekerasan seksual lainnya,
agar para kriminal maupun calon pelaku kriminal ini berpikir panjang untuk
melakukan tindakan-tindakan tersebut.
2.
Ada
2 bentuk upaya tindakan kepolisisan dalam rangka mengurangi dan mencegah
terjadinya abortus provokatus kriminalis
a)
Upaya
Preventif
Untuk mengantisipasi
keadaan tersebut pihak kepolisian berusaha bertindak maksimal. Dimulai dengan
rutin melakukan razia ke tempat-tempat persewaan dan penjualan VCD, untuk
mencegah maraknya VCD porno di masyarakat dan juga razia pada toko-toko buku,
untuk mencegah beredarnya buku-buku porno. Karena tidak mungkin dari situlah
awal muasal terjadinya tindakan abortus provocatus dan melokalisasi
prostitusi dengan pengawasan ketat, tetapi tetap perlu diperhatikan segi
keamanaan maupun segi kesehatannya.
Pihak kepolisian dalam
hal upaya menanggulangi tindak pidana tersebut, sudah melakukan beberapa hal
pencegahan. Misalnya yang melalui pendekatan secara- agama. Pihak kepolisian
bekerja sama dengan para pemuka-pemuka agama yang ada di dalam wilayah kerja
Polres dan Polresta.
Selain melakukan
pendekatan melalui tokoh-tokoh pemuka agama, pihak kepolisian juga memberikan
pemahaman dan pengertian kepada pihak masyarakat dan khususnya kepada para
kalangan remaja yang banyak bersentuhan dengan masalah ini. Dengan memberi
pengertian bahwa tindakan abortus provocatus kriminalis adalah suatu
tindakan yang
[3]melanggar hukum, dan
dijelaskan pula tentang sanksi yang akan diterima oleh mereka apapun dan
bagaimanapun alasannya.
b)
Upaya
Represif
Upaya lain yang dilakukan
pihak kepolisian adalah bekerja sama dengan pihak aparatur pemerintah yaitu
menempatkan beberapa personil kepolisian di tiap-tiap kelurahan dan desa atau
yang disebut dengan BAPEMKAMTIBMAS (Badan Pembina Ketertiban dan Keamanan
Masyarakat). Tujuannya adalah untuk mendekatkan masyarakat dengan POLRI untuk
rnemberikan informasi atau bantuan dari pihak kepolisian untuk mengungkapkan
kasus-kasus tindak pidana abortus provocatus kriminalis seandainya
terjadi di wilayah kelurahan masing-masing. Aborsi tidak sama dengan membunuh,
dan dalam prakteknya aborsi telah menjadi pertengkaran ideologi1
1.5 Hukum
Aborsi Di Indonesia
1.
Undang
undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan
Disebutkan pada pasal 75 ayat (1) dan (2) 2
1) Setiap
orang dilarang melakukan aborsi
2) Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi
kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat
bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan; atau
b. b.
kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
3) Tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
A. Sebelum
melakukan tindakan aborsi seperti yang dimaksud pada pasal 75 ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
sesuai dengan Pasal 76 yaitu :
a) Sebelum
kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b) Oleh
tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c) Dengan
persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d) Dengan
izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e) Penyedia
layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.[4]
Dalam hal ini,
pihak yang bertanggung jawab adalah pemerintah, yaitu dimana Pemerintah wajib
melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Peraturan
pemerintah no 61 tahun 2014 tentang
kesehatan reproduksi
a. Umum
(Pasal 31) 5
1) Tindakan
aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan:
a)
Indikasi kedaruratan
medis
b)
Kehamilan akibat
perkosaan
2) Tindakan
aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat
dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari
dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
b. Indikasi
kedaruratan medis
1) Indikasi
kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a
meliputi:
a. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan
ibu; dan/atau
b. kehamilan
yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
2) Penanganan
indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan standar.
c.
Tenaga kesehatan yang
menangani tindakan aborsi
Pasal 33
1) Penentuan
adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan
oleh tim kelayakan aborsi.
2) Tim
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang
tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan
kewenangan.
3) Dalam
menentukan indikasi kedaruratan medis, tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar.
4) Berdasarkan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) membuat surat keterangan kelayakan aborsi.
d.
Indikasi pemerkosaan
1) Kehamilan
akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan
kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Kehamilan
akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
a)
usia kehamilan sesuai
dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan
b)
keterangan penyidik,
psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
e. Penyelenggaraan
tindakan aborsi menurut pasal 35 yaitu
1) Aborsi
berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus
dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab.
2) Praktik
aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a.
dilakukan oleh dokter
sesuai dengan standar;
b.
dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri;
c.
atas permintaan atau
persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan;
d.
dengan izin suami,
kecuali korban perkosaan;
e.
tidak diskriminatif;
dan
f.
tidak mengutamakan
imbalan materi.
3) Dalam hal perempuan hamil sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c tidak dapat memberikan persetujuan, persetujuan aborsi
dapat diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.
4) Dalam hal suami tidak dapat dihubungi, izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diberikan oleh keluarga yang
bersangkutan.
f. Dokter
yang bertanggung jawab terhadap tindakan aborsi
1) Dokter
yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan
akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a harus
mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara pelatihan yang terakreditasi.
2) Dokter
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan anggota tim kelayakan aborsi
atau dokter yang memberikan surat keterangan usia kehamilan akibat perkosaan.
3) Dalam
hal di daerah tertentu jumlah dokter tidak mencukupi, dokter sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari anggota tim kelayakan aborsi.
4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
g. Konseling
pra aborsi (pasal 37)
1) Tindakan
aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan
hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling.
2) Konseling
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi konseling pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor.
3) Konseling
pra tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tujuan:
a.
menjajaki kebutuhan
dari perempuan yang ingin melakukan aborsi;
b.
menyampaikan dan
menjelaskan kepada perempuan yang ingin melakukan aborsi bahwa tindakan aborsi
dapat atau tidak dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang;
c.
menjelaskan tahapan
tindakan aborsi yang akan dilakukan dan kemungkinan efek samping atau
komplikasinya;
d.
membantu perempuan yang
ingin melakukan aborsi untuk mengambil keputusan sendiri untuk melakukan aborsi
atau membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi
mengenai aborsi; dan
e.
menilai kesiapan pasien
untuk menjalani aborsi.
4) Konseling
pasca tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tujuan:
a.
mengobservasi dan
mengevaluasi kondisi pasien setelah tindakan aborsi;
b.
membantu pasien
memahami keadaan atau kondisi fisik setelah menjalani aborsi;
c.
menjelaskan perlunya
kunjungan ulang untuk pemeriksaan dan konseling lanjutan atau tindakan rujukan
bila diperlukan; dan
d.
menjelaskan pentingnya
penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan.
h. Pasal
38
1) Dalam
hal korban perkosaan memutuskan membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi
setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (3) huruf d atau tidak memenuhi ketentuan untuk dilakukan tindakan
aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), korban perkosaan dapat
diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan.
2) Anak
yang dilahirkan dari ibu korban perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diasuh oleh keluarga.
3) Dalam
hal keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak untuk mengasuh anak
yang dilahirkan dari korban perkosaan, anak menjadi anak asuh yang
pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
i.
Pasal 39
1) Setiap
pelaksanaan aborsi wajib dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi.
2) Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan.
BAB III
PENUTUP
2.1
kesimpulan
Dari pembahasan makalah
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Aborsi
sangat ditentang oleh agama. Tetapi dalam bidang medis hal itu dapat dilakukan
apabila menyangkut jiwa dan kesehatan sang bayi.
2. Abortus
hanya dipraktikkan dalam klinik atau fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh
pemerintah dan organisasi-organisasi profesi medis.
3. Aborsi
hanya dilakukan oleh tenaga profesional yang terdaftar dan memperoleh izin
untuk itu, yaitu dokter spesialis kebidanan dan genekologi atau dokter umum
yang mempunyai kualifikasi untuk itu.
4. Aborsi
hanya boleh dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu (untuk usia
diatas 12 minggu bila terdapat indikasi medis).
5. Harus
disediakan konseling bagi perempuan sebelum dan sesudah abortus.
6. Harus
ditetapkan tarif baku yang terjangkau oleh segala lapisan masyarakat
7. Pada
akhirnya, dapat kita katakan bahwa perilaku aborsi di kalangan remaja ini senantiasa
terus meningkat dan bervariasi untuk persebaran usianya. Hal ini tentu menjadi
suatu keprihatinan bagi kita semua yang ujung-ujungnya menjadi sebuah momok
yang “mengerikan” bagi rupa generasi muda penerus bangsa Indonesia di kemudian
hari. Mau dibawa kemana masa depan bangsa Indonesia jika kondisi para
pemuda-pemudinya saat ini adalah mereka yang hidupnya bebas tanpa kontrol yang
signifikan dari berbagai pihak dan selanjutnya adalah penjajahan yang terus
menerus “abadi” di bumi Indonesia dalam bentuk bukan penjajahan fisik melainkan
penjajahan di bidang “mode”, “ekonomi”, “pendidikan”, “keilmuan”, hingga
“akhlak dan moralitas”
2.2 SARAN
Abortus hendaknya
dilakukan jika benar-benar terpaksa karena bagaimanapun didalam kehamilan
berlaku kewajiban untuk menghormati kehidupan manusia dan abortus hendaknya
dilakukan oleh tenaga profesional yang terdaftar.
DAFTAR PUSTAKA
http://abortus.blogspot.com/2007/08/post-abortion-syndrome-i.html diakses pada tanggal 7 mei 2015
http://indo-comunity.blogspot.com/2011/03/10-fakta-menarik-tentang-aborsi.html diakses pada tanggal 7 mei 2015
http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/17/aborsi-dan-pergaulan-bebas-remaja-yang-mengkwatirkan/ diakses pada tanggal 7 mei 2015
http://www.aborsi.org/tindakan.htm diakses pada tanggal 7 mei 2015
http://www.kabarinews.com/article.cfm?articleID=1809 diakses pada tanggal 5 mei 2015
http://www.korantempo-online.com/article.kasus-aborsi-di-solo diakses pada pada tanggal 5 mei 2015
http://indo-comunity.blogspot.com/2011/03/10-fakta-menarik-tentang-aborsi.html
diakses
pada tanggal 5 mei 2015
UU RI
No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
PP RI
No 61 Tahnu 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
[1] Department of
Reproductive Health and Research (2003). "Managing Complications in
Pregnancy and Childbirth – A guide for midwives and doctors". World Health
Organization. Retrieve.
[2] Ask Inna, “Defenisi dan Jenis Aborsi”
diakses dari http://www.askinna.com/2012/06/definisi-dan-jenis-aborsi.html pada tanggal 07 Mei 2015
3https://www.academia.edu/8536314/TINJAUAN_YURIDIS_ATAS_ABORSI_DI_INDONESIA_Studi_Kasus_di_Kota_Manado ( diakses tanggal 7 mei 2015 pukul 16.00)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar