Senin, 15 Juni 2015

Makalah Hukum Kesehatan



KATA PENGANTAR
            Puji syukur kami kepada Allah swt, karena atas rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah tentang aborsi dan kaitannya dengan hukum dan perundang-undangan kesehatan. Tujuan  pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi syarat mata kuliah Hukum dan Perundang-Undangan Kesehatan yang diajarkan oleh Bpk.....
            Besar harapan kami bahwa penulisan makalah tentang aborsi dan kaitannya dengan Hukum dan perundang undangan kesehatan dapat bermanfaat bagi pembaca dan mampu menambah pengetahuan dari pembaca.
            Kami menyadari bahwa dalam makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu kami menerima kritikan dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk memperbaiki isi dari makalah ini. kurang dan lebih kami mengucapkan terima kasih.





                                                                                                Penulis
                                                                                               

                                                                                                Medan, 05 Mei 2015



Daftar Isi
Kata pengantar                                                                                                            i
Daftar Isi                                                                                                                     ii
Bab I   Latar Belakang                                                                                               1
             Rumusan Masalah                                                                                         
             Tujuan                                                                                                           
Bab II  Pembahasan              
1.1  Defenisi aborsi                                                                                         
1.2  Jenis-jenis  aborsi                                                                                    
1.3  Faktor faktor penyebab aborsi                                                                 
1.4  Upaya pencegahan aborsi                                                                                    
1.5  Hukum aborsi di Indonesia                                                                     
Bab III            Kesimpulan                                                                                                   
             Saran                                                                                                             
Daftar Pustaka                                                                                                                       







BAB I
1.1    Latar Belakang
                 Aborsi adalah suatu tindakan yang masih dipermasalahkan sampai saat ini. Tindakan aborsi adalah  suatu upaya untuk menggugurkan kandungan ibu hamil yang dilaksanakan secara legal ataupun ilegal. Permasalahan aborsi saat itu sudah dibahas di dalam undang undang tentang kesehatan dan undang undang tentang kesehatan reproduksi.
                 Pada dasarnya tindakan aborsi itu di larang menurut hukum. Namun tindakan aborsi dapat diperbolehkan dengan 2 syarat yaitu : adanya kedaruratan medis dan adanya gangguan psikologis yang berat, namun walaupun hanya dua hal tersebut yang diperbolehkan menurut hukum tindakan aborsi yang bersifat ilegal masih merajalela di Indonesia.
                  Kasus aborsi yang terjadi di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. BKKBN memperkirakan bahwa angka aborsi pada anak usia remaja diperkotaan terus meningkat, salah satu penyebabnya dikatakan bahwa masih rendahnya pengetahuan remaja tentang pendidikan seksual.
                  Tidak hanya itu, permasalaahan aborsi juga dapat meningkatnya AKI, dimana AKI adalah salah satu indikator kesehatan di suatu negara. Sampai saat ini, walaupun aborsi itu di larang, masih juga di temukan praktek praktek aborsi yang ilegal baik itu dari tenaga kesehatan itu sendiri ataupund ari pengobatan tradisional.
                 

1.2    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pelaksanaan tentang hukum aborsi di Indonesia ?
2.      Apa upaya pencegahan untuk mengatasi masalah aborsi di Indonesia ?
3.      Bagaimana sanksi yang berlaku bagi mereka yang melakukan aborsi dan yang melaksanakan aborsi di Indonesia ?



1.3    Tujuan 
Tujuan adalah untuk mengetahui apa saja hukum yang mengatur tentang tindakan aborsi, megetahui bagaimana upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan aborsi baik dari sisi medis maupun dari segi hukum.
           


























BAB II
PEMBAHASAN
1.1  Pengertian Abortus

                  Pengertian aborsi Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah ”aborsi”, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Aborsi provocatus merupakan istilah lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
            Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute For Social, Studies anda Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan” aborsi didefenisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur ( ovum) yang telah dibuahi rahim (uterus), sebelum janin (fetus) mencapai 20 minggu. Di Indonesia belum ada batasan resmi mengenai pengguguran kandungan (aborsi). Aborsi didefenisikan sebagai terjadinya keguguran janin, melakukan aborsi sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tidak mengiginkan bakal bayi yang dikandung itu). (Js.Badudu, dan Sultan Mohamad Zair,1996)
            Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan lebih daripada 20 minggu (Sastrawinata et al.,2005).
            Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat (Mochtar, 1998).  Jika merujuk dari segi kedokteran atau medis, keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Untuk lebih memperjelas maka berikut ini akan dikemukakan defenisi para ahli tentang aborsi (Rustam Mochtar, 1998)
  1. Eastman:
Aborsi adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup berdiri sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400 – 1000 gr atau kehamilan kurang dari 28 minggu.
  1.  Jeffcoat:
 Aborsi yaitu pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum 28 minggu, yaitu fetus belum viable by law
  1. Holmer:
Aborsi yaitu terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16 dimana plasentasi belum selesai.

1.2  Jenis-Jenis Aborsi
Dalam dunia kedokteran, dikenal istilah abortus, yaitu menggugurkan kandungan, yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. World Health Organization (WHO) memberikan definisi bahwa aborsi adalah terhentinya kehidupan buah kehamilan di bawah 28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram. Aborsi juga diartikan mengeluarkaan atau membuang baik embrio atau fetus secara prematur (sebelum waktunya).  Secara garis besar Aborsi dapat kita bagi menjadi dua bagian, yakni:
1.      Aborsi Spontan (Spontaneous Abortion)
            Aborsi spontaneous atau dikenal sebagai keguguran merupakan proses keluarnya embrio atau fetus akibat kecelakaan, ketidaksengajaan atau penyebab alami lainnya yang mengakibatkan terhentinya kehamilan sebelum minggu ke-22.[1] Aborsi spontan merupakan proses yang terjadi sendiri tanpa campur tangan manusia.
            Abortus Spontaneous adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa pengaruh dari luar. Melihat pengertian abortus menurut ilmu hukum dimana abortus diartikan sebagai lahirnya buah kandungan sebelum waktunya oleh perbuatan yang bersifat sebagai perbuatan pidana kejahatan, maka abortus spontineus tidak termasuk abortus menurut ilmu hukum karena dalam pengertian abortus spontaneus tidak ada unsur keluarnya janin karena perbuatan seseorang. Dengan kata lain janin keluar secara spontan dan tanpa kesengajaan (keguguran)
Aborsi Spontan ini masih terdiri dari berbagai macam tahap yakni:
a.       Abortus Iminen. Dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan Threaten Abortion, terancam keguguran (bukan keguguran). Di sini keguguran belum terjadi, tetapi ada tanda-tanda yang menunjukkan ancaman bakal terjadi keguguran.
b.      Abortus Inkomplitus. Yaitu pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. (Inna Hudaya, 2009 :11). Secara sederhana bisa disebut Aborsi tak lengkap, artinya sudah terjadi pengeluaran buah kehamilan tetapi tidak komplit.
c.       Abortus Komplitus. Yang satu ini Aborsi lengkap, yakni pengeluaran buah kehamilan sudah lengkap, sudah seluruhnya keluar.
d.      Abortus Insipien. buah kehamilan mati di dalam kandungan-lepas dari tempatnya- tetapi belum dikeluarkan. Hampir serupa dengan itu, ada yang dikenal Missed Abortion, yakni buah kehamilan mati di dalam kandungan tetapi belum ada tanda-tanda dikeluarkan.

2.      Aborsi Provokatus
Pengguguran yang terjadi dengan sengaja disebut juga abortus provocatus, yaitu pengakhiran kehamilan dengan sengaja terjadi karena adanya perbuatan manusia yang  berusaha menggugurkan kandungan. Sedangkan Aborsi Provokatus (sengaja) masih terbagi lagi menjadi dua bagian kategori besar yakni Abortus Provokatus Kriminalis (kejahatan) dan Abortus Provokatus Therapericus/Medisinalis.
a.       Abortus Provocatus Kriminalis
Adalah  pengakhiran kehamilan yang dilakukan dengan sengaja melanggar berbagai ketentuan hukum yang berlaku. Abortus provocatus Kriminalis adalah abortus yang sengaja dilakukan dengan maksud jahat. Di Indonesia batasan abortus yang sengaja dilakukan dengan maksud jahat adalah jika abortus tersebui dilakukan tidak berdasarkan indikasi medis untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil. Pengguguran yang disengaja dibuat dengan kejahatan, keguguran criminal atau abortus provocatus criminalis dapat dilakukan oleh: .
a)      Yang bersangkutan sendiri
b)      Yang bersangkutan sendiri dengan bantuan orang lain
c)      Orang lain, abortur.
KUHP di Indonesia hanya mengatur abortus pravocatus Kriminalis tanpa mengenal alasan lain untuk melakukan abortus tersebut berdasarkan alasan ekonomi, sosial, kesehatan, kegagalan kontrasepsi, hamil akibat perkosaan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pengaturan tentang abortus provocatus dalarn KUHP sangatlah keras karena tidak dikenal alasan apapun dalam melakukan abortus.
b.      Abortus Provocatus Therapericus/Mediciniolis
adalah pengakhiran kehamilan yang dilakukan berdasarkan alasan atau pertimbangan medis. Abortus Theiapeuricus atau sering juga disebut abortus provocatus mediciniolis adalah abortus yang dilakukan berdasarkan atas indikasi medis. Abortus provocatus mediciniolis dapat dilakukan jika:
a)      Atas indikasi kesehakn fisik seperti penyakit Jantung yang progresif dan penyakit hypertensi yang progresif
b)      Atas indikasi kesehatan mental, dilakukan bukan karena wanita akan menderita penyakit mental dan bayinya akan menderita penyakit mental melainkan karena dengan adanya keharnilan wanita itu menderita ketegangan jiwa-stress.
c)      Atas indikasi kesehatan social, dikerjakan karena wanita keluarga merasa jumlah anak mereka sudah cukup. Permintaan untuk abortis provocatus itu biasanya datang dari pasien kecuali abortus atas indikasi kesehatan fisik. Abortus karena sakit jantung yang progresif dan sakit hypertensi yang progresif datang dari dokternya pasien.

      Di Indonesia, abortus provocatus medicinialis boleh dilakukan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Namun, abortus provocatus medicinialis yang boleh dilakukan di Indonesia hanya abortus provocatus atas indikasi kesehatan fisik yaitu dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil. Sementara abortus provocatus atas indikasi kesehatan mental dan kesehatan social tidak boleh diiakukan.
Jenis-jenis Abortus Provokatus Medisinalis terdiri dari:
1.      Dilatation dan Curettage
Jenis ini dilakukan dengan cara memasukkan semacam pacul kecil ke dalam rahim, kemudian janin yang hidup itu dipotong kecil-kecil, dilepaskan dari dinding rahim dan dibuang keluar. Umumnya akan terjadi banyak pendarahan, cara ini dilakukan terhadap kehamilan yang berusia 12-13 minggu.
2.      Suction (Sedot)
Dilakukan dengan cara memperbesar leher rahim, lalu dimasukkan sebuah tabung ke dalam rahim dan dihubungkan dengan alat penyedot yang kuat, sehinggi bayi dalam rahim tercabik-cabik menjadi kepingan-kepingan kecil, lalu disedot masuk ke dalam sebuah sebuah botol.
3.      Peracunan dengan garam
Jenis ini dilakukan pada janin yang berusia lebih dari 16 minggu, ketika sudah cukup banyak cairan yang terkumpul di sekitar bayi dalam kantung anak dan larutan garam yang pekat dimasukkan ke dalam kandungan itu.
4.      Histeromi atau bedah Caesar
Jenis ini dilakukan untuk janin yang berusia 3 bulan terakhir dengan cara operasi terhadap kandungan.
5.      Prostaglandin
Jenis ini dilakukan dengan cara memakai bahan-bahan kimia yang dikembangkan Upjohn Pharmaccutical Co. Bahan-bahan kimia ini mengakibatkan rahim ibu mengerut, sehingga bayi yang hidup itu mati dan terdorong keluar.[2]

1.3  Faktor Penyebab Abortus
Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus spontan yaitu faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal. Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kira-kira setengah dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah melewati trimester pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya anomalikromosom berkurang (Cunningham et al., 2005).
a.      Faktor Fetus
Berdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia, sekitar 50 hingga 60 persen dari abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama mempunyai kelainan kariotipe. Kelainan pada kromosom ini adalah seperti autosomal trisomy, monosomy X dan polyploidy (Lebedev et al., 2004). Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan janin yang mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari kegagalan kehamilan dini. Kelainan dalam jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada kelainan struktur kromosom. Abnormalitas kromosom secara struktural dapat diturunkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya yang menjadi pembawa abnormalitas tersebut (Cunningham et al., 2005).
b.      Faktor-faktor Ibu Sebagai Penyebab Abortus
Menurut Sotiriadis dan kawan-kawan (2004), ibu hamil yang mempunyai riwayat keguguran memiliki risiko yang tinggi untuk terjadi keguguran pada kehamilan seterusnya terutama pada ibu yang berusia lebih tua. Pada wanita hamil yang mempunyai riwayat keguguran tiga kali berturutturut, risiko untuk terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya adalah sebesar 50 persen (Kleinhaus et al., 2006; Berek, 2007).

c.       Faktor Paternal
Translokasi kromosom dalam sperma dapat menyebabkan zigote mempunyai terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga mengakibatkan abortus (Cunningham et al., 2005).
d.      Faktor sosial (khusus untuk kehamilan pranikah), jika tidak aborsi:
1)      Putus sekolah atau kuliah
2)      Malu pada keluarga dan tetangga
3)      Siapa yang akan mengasuh bayi
4)      Terputus atau terganggu karir atau masa depan

1.      Kondisi Pra Aborsi
Sarlito (2000), menyatakan bahwa kondisi psikologis perempuan pra aborsi diantaranya adalah takut atau cemas, kebingungan sehingga menunda-nunda persoalan, membutuhkan perlindungan tetapi lelaki yang berbuat pada umumnya tidak mau dan tidak mampu bertanggungjawab, membutuhkan informasi tetapi tidak tahu harus bertanya kepada siapa (masyarakat mentabukan seks, apalagi aborsi dari semua yang belummenikah, khususnya perempuan). Pada saat sudah terdesak akhirnya nekat mencari bantuan yang paling terjangkau (dekat, murah dan mudah). Tindakan nekat ini tidak didukung oleh pengetahuan yang cukup bisa sangat berbahaya, dukun atau para medik atau dokter yang tidak bertanggungjawab, komplikasi yang tidak segera ditolong, infeksi karena tidak diperiksa ulang.

1.4   Upaya Pencegahan Aborsi
Upaya-upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Abortus Provacatus Criminalis
1.      Untuk masyarakat agar dihimbau untuk:
1)      Sedapat mungkin menghindari hubungan suami isteri pada pasangan yang tidak/belum menikah.
2)       Bagi para suami isteri yang tidak merencanakan untuk menambah jumlah anak, agar mengikuti program KB.
3)      Bagi para pekerja seks komersial agar selalu menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan intim dengan pelanggannya.
4)      Meningkatkan pengetahuan agama agar selalu terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh agamanya.
5)      Menuntut pada pemerintah agar memberikan tindakan hukuman yang seberat-beratnya bagi para pemerkosa ataupun pelaku tindakan pelecehan/kekerasan seksual lainnya, agar para kriminal maupun calon pelaku kriminal ini berpikir panjang untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut.
2.      Ada 2 bentuk upaya tindakan kepolisisan dalam rangka mengurangi dan mencegah terjadinya abortus provokatus kriminalis
a)      Upaya Preventif
Untuk mengantisipasi keadaan tersebut pihak kepolisian berusaha bertindak maksimal. Dimulai dengan rutin melakukan razia ke tempat-tempat persewaan dan penjualan VCD, untuk mencegah maraknya VCD porno di masyarakat dan juga razia pada toko-toko buku, untuk mencegah beredarnya buku-buku porno. Karena tidak mungkin dari situlah awal muasal terjadinya tindakan abortus provocatus dan melokalisasi prostitusi dengan pengawasan ketat, tetapi tetap perlu diperhatikan segi keamanaan maupun segi kesehatannya.
Pihak kepolisian dalam hal upaya menanggulangi tindak pidana tersebut, sudah melakukan beberapa hal pencegahan. Misalnya yang melalui pendekatan secara- agama. Pihak kepolisian bekerja sama dengan para pemuka-pemuka agama yang ada di dalam wilayah kerja Polres dan Polresta.
Selain melakukan pendekatan melalui tokoh-tokoh pemuka agama, pihak kepolisian juga memberikan pemahaman dan pengertian kepada pihak masyarakat dan khususnya kepada para kalangan remaja yang banyak bersentuhan dengan masalah ini. Dengan memberi pengertian bahwa tindakan abortus provocatus kriminalis adalah suatu tindakan yang
[3]melanggar hukum, dan dijelaskan pula tentang sanksi yang akan diterima oleh mereka apapun dan bagaimanapun alasannya.
b)      Upaya Represif
Upaya lain yang dilakukan pihak kepolisian adalah bekerja sama dengan pihak aparatur pemerintah yaitu menempatkan beberapa personil kepolisian di tiap-tiap kelurahan dan desa atau yang disebut dengan BAPEMKAMTIBMAS (Badan Pembina Ketertiban dan Keamanan Masyarakat). Tujuannya adalah untuk mendekatkan masyarakat dengan POLRI untuk rnemberikan informasi atau bantuan dari pihak kepolisian untuk mengungkapkan kasus-kasus tindak pidana abortus provocatus kriminalis seandainya terjadi di wilayah kelurahan masing-masing. Aborsi tidak sama dengan membunuh, dan dalam prakteknya aborsi telah menjadi pertengkaran ideologi1
















1.5  Hukum Aborsi Di Indonesia
1.      Undang undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan  Disebutkan pada pasal 75 ayat (1) dan (2) 2
1)      Setiap orang dilarang melakukan aborsi
2)      Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a.       indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b.      b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
3)      Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

A.    Sebelum melakukan tindakan aborsi seperti yang dimaksud pada pasal 75 ayat (2)  harus memenuhi persyaratan sebagai berikut sesuai dengan  Pasal 76 yaitu :
a)      Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b)      Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; 
c)      Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d)     Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e)      Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.[4]
Dalam hal ini, pihak yang bertanggung jawab adalah pemerintah, yaitu dimana Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.      Peraturan pemerintah no 61 tahun 2014  tentang kesehatan reproduksi
a.       Umum (Pasal 31) 5
1)      Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan:
a)      Indikasi kedaruratan medis
b)      Kehamilan akibat perkosaan
2)      Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

b.      Indikasi kedaruratan medis
1)      Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a meliputi:
a.        kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau
b.      kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
2)      Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar.


c.         Tenaga kesehatan yang menangani tindakan aborsi
Pasal 33
1)      Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan oleh tim kelayakan aborsi.
2)      Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.
3)      Dalam menentukan indikasi kedaruratan medis, tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar.
4)      Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat surat keterangan kelayakan aborsi.

d.        Indikasi pemerkosaan
1)      Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2)      Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
a)      usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan
b)      keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.

e.       Penyelenggaraan tindakan aborsi menurut pasal 35 yaitu
1)      Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab.
2)      Praktik aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.       dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar;
b.      dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri;
c.       atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan;
d.      dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; 
e.      tidak diskriminatif; dan 
f.        tidak mengutamakan imbalan materi.
3)       Dalam hal perempuan hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak dapat memberikan persetujuan, persetujuan aborsi dapat diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.
4)       Dalam hal suami tidak dapat dihubungi, izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.

f.       Dokter yang bertanggung jawab terhadap tindakan aborsi
1)      Dokter yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a harus mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara pelatihan yang terakreditasi.
2)      Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan anggota tim kelayakan aborsi atau dokter yang memberikan surat keterangan usia kehamilan akibat perkosaan.
3)      Dalam hal di daerah tertentu jumlah dokter tidak mencukupi, dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari anggota tim kelayakan aborsi.
4)      Ketentuan lebih lanjut mengenai pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
g.      Konseling pra aborsi (pasal 37)
1)      Tindakan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling.
2)      Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi konseling pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor.
3)      Konseling pra tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tujuan:
a.       menjajaki kebutuhan dari perempuan yang ingin melakukan aborsi;
b.      menyampaikan dan menjelaskan kepada perempuan yang ingin melakukan aborsi bahwa tindakan aborsi dapat atau tidak dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang;
c.       menjelaskan tahapan tindakan aborsi yang akan dilakukan dan kemungkinan efek samping atau komplikasinya;
d.      membantu perempuan yang ingin melakukan aborsi untuk mengambil keputusan sendiri untuk melakukan aborsi atau membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi; dan
e.      menilai kesiapan pasien untuk menjalani aborsi.
4)      Konseling pasca tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tujuan:
a.       mengobservasi dan mengevaluasi kondisi pasien setelah tindakan aborsi;
b.      membantu pasien memahami keadaan atau kondisi fisik setelah menjalani aborsi;
c.       menjelaskan perlunya kunjungan ulang untuk pemeriksaan dan konseling lanjutan atau tindakan rujukan bila diperlukan; dan
d.      menjelaskan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan.


h.      Pasal 38
1)      Dalam hal korban perkosaan memutuskan membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf d atau tidak memenuhi ketentuan untuk dilakukan tindakan aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), korban perkosaan dapat diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan.
2)      Anak yang dilahirkan dari ibu korban perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diasuh oleh keluarga.
3)      Dalam hal keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak untuk mengasuh anak yang dilahirkan dari korban perkosaan, anak menjadi anak asuh yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

i.        Pasal 39
1)      Setiap pelaksanaan aborsi wajib dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi.
2)      Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.







BAB III
PENUTUP
2.1    kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.      Aborsi sangat ditentang oleh agama. Tetapi dalam bidang medis hal itu dapat dilakukan apabila menyangkut jiwa dan kesehatan sang bayi.
2.      Abortus hanya dipraktikkan dalam klinik atau fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah dan organisasi-organisasi profesi medis.
3.      Aborsi hanya dilakukan oleh tenaga profesional yang terdaftar dan memperoleh izin untuk itu, yaitu dokter spesialis kebidanan dan genekologi atau dokter umum yang mempunyai kualifikasi untuk itu.
4.      Aborsi hanya boleh dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu (untuk usia diatas 12 minggu bila terdapat indikasi medis).
5.      Harus disediakan konseling bagi perempuan sebelum dan sesudah abortus.
6.      Harus ditetapkan tarif baku yang terjangkau oleh segala lapisan masyarakat
7.      Pada akhirnya, dapat kita katakan bahwa perilaku aborsi di kalangan remaja ini senantiasa terus meningkat dan bervariasi untuk persebaran usianya. Hal ini tentu menjadi suatu keprihatinan bagi kita semua yang ujung-ujungnya menjadi sebuah momok yang “mengerikan” bagi rupa generasi muda penerus bangsa Indonesia di kemudian hari. Mau dibawa kemana masa depan bangsa Indonesia jika kondisi para pemuda-pemudinya saat ini adalah mereka yang hidupnya bebas tanpa kontrol yang signifikan dari berbagai pihak dan selanjutnya adalah penjajahan yang terus menerus “abadi” di bumi Indonesia dalam bentuk bukan penjajahan fisik melainkan penjajahan di bidang “mode”, “ekonomi”, “pendidikan”, “keilmuan”, hingga “akhlak dan moralitas”
2.2    SARAN
Abortus hendaknya dilakukan jika benar-benar terpaksa karena bagaimanapun didalam kehamilan berlaku kewajiban untuk menghormati kehidupan manusia dan abortus hendaknya dilakukan oleh tenaga profesional yang terdaftar.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.aborsi.org/tindakan.htm diakses pada tanggal 7 mei 2015
UU RI No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
PP RI No 61 Tahnu 2014 tentang Kesehatan Reproduksi







[1] Department of Reproductive Health and Research (2003). "Managing Complications in Pregnancy and Childbirth – A guide for midwives and doctors". World Health Organization. Retrieve. 
[2] Ask Inna, “Defenisi dan Jenis Aborsi” diakses dari http://www.askinna.com/2012/06/definisi-dan-jenis-aborsi.html pada tanggal 07 Mei 2015
4. UU RI No 36 Tahnun 2009 tentang Kesehatan
5. PP RI No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar